Analisis program kesehatan yang menggambarkan suatu program efektif untuk kelompok tertentu dan tidak efektif untuk kelompok lain.
Menilik Efektifitas dan Merencanakan Program Kesehatan Jiwa
di Kabupaten Gunungkidul
Organisasi
| Versi lama/sekarang | Versi usulan I | Versi usulan II |
Program Kesehatan Jiwa | Program Perkesmas Kesehatan Jiwa Terpadu
| Pusat Kesehatan Mental Tingkat Kabupaten | |
Top Manajer(pembuat keputusan tertinggil).
| Kepala Daerah (Bupati) | Kepala Daerah (Bupati) | Kepala Daerah (Bupati) |
Middle Manajer (manajer pelaksana)
| Kepala Puskesmas | Kepala Puskesmas | Kepala Pusat Kesehatan Mental. |
Pekerja inti | Perawat atau bidan | Perawat yang sudah memenuhi kompetensi sebagai Perawat Perkesmas .
| Psikiater, Psikolog |
Pembuat standar | Kemenkes, Pemda | Eksternal : Kemenkes, Pemda (Bupati, DPRD). Bentuk standar : Permenkes, Perda,Juknis,SPM,RPJMD,Renstra,dsb Internal : Sekretariat Mutu. Bentuk standar : Pedoman, SOP, dll.
| Eksternal : Kemenkes, Pemda (Bupati, DPRD). Bentuk standar : Permenkes, Perda,Juknis,SPM, RPJMD,Renstra. Internal : Sekretariat Mutu. Bentuk standar : Pedoman, SOP, dll. |
Pendukung kerja | a. Puskesmas : Nakes klinis: dokter.
Penunjang : laboran, apoteker, tata usaha.
| a. Puskesmas : Nakes klinis: (dokter,psikolog, perawat,bidan). Nakes non klinis : (kesling, promkes, gizi, surveilan ) Penunjang : Laboran, apoteker, tata usaha. b. Lintas sektor : Pemdes, Kecamatan,dll c. Masyarakat : kader kesehatan jiwa.
| a. Puskesmas : Nakes klinis: (dokter,perawat,bidan, nutrisionis). Penunjang : laboran, apoteker, tata usaha. b. Lintas sektor : Pemdes, Kecamatan,dll c. Masyarakat : kader kesehatan jiwa.
|
Klien | Penderita gangguan jiwa yang pernah berkunjung ke fasyankes. | Penderita dan suspek gangguan jiwa yang pernah dan tidak pernah berkunjung ke fasyankes. | Penderita dan suspek gangguan jiwa yang pernah dan tidak pernah berkunjung ke fasyankes. |
Mengapa Program Kesehatan Jiwa di Gunungkidul perlu ditilik dan direncanakan.
Fakta Menarik Tentang Prevalensi Gangguan Jiwa di Indonesia, bila dilihat menurut propinsi prevalensi paling tinggi ternyata terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, sekitar 3 dari setiap 1.000 orang penduduk DIY mengalami gangguan jiwa berat. Bila ditelusuri tingginya prevalensi gangguan jiwa berat di DIY merupakan fenomena kantong-kantong kemiskinan di daerah tandus dan kering seperti di Gunungkidul, bukan potret DIY secara umum. Seperti diketahui selama ini, kasus bunuh diri akibat impitan kesulitan ekonomi banyak terjadi di Gunungkidul. Dengan melihat kondisi tersebut, selanjutnya timbul pertanyaan bagaimana pferan fasilitas pelayanan kesehatan.
Di Puskesmas, masalah kesehatan jiwa hingga saat ini masih menjadi urusan yang terabaikan atau tidak mendapat prioritas. Peran-peran yang ada nyaris tidak bergerak dan berkoordinasi satu sama lain. Skema/program kesehatan jiwa yang mengandalkan pekerja inti adalah bidan atau perawat yang sudah sarat dengan tugas yang lain, maka program kesehatan jiwa bisa dikatakan tidak berfungsi dengan optimal. Program ini hanya berefek pada klien yang berkunjung ke Puskesmas, tetapi tidak efektif terhadap penderita gangguan jiwa yang tidak pernah berkunjung ke Puskesmas meskipun berada di wilayah kerjanya.
Dengan mengetahui kondisi tersebut, maka perlu dirancang upaya untuk memperluas jangkauan dan mendekatkan pelayanan kesehatan jiwa secara lebih efektif, berkelanjutan, dan dapat menjangkau sasaran terutama yang perlu dilayani dengan mekanisme khusus.
1. Alternatif pertama yaitu Program Perawatan Kesehatan Masyarakat Terpadu untuk Penderita Gangguan Kesehatan Jiwa (Versi Usulan I).
Program ini merupakan pengembangan dari Program Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) seperti yang telah biasa dilakukan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 128/Menkes/SK/II/Tahun 2004 tentang kebijakan dasar Puskesmas, upaya perawatan kesehatan masyarakat merupakan upaya program pengembangan yang kegiatannya terintegrasi dalam upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan.
Pelaksanaan Perkesmas Terpadu untuk Penderita Gangguan Kesehatan Jiwa bertujuan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan jiwa sedini mungkin. Penderita pada keluarga rawan kesehatan memperoleh kunjungan rumah dan pembinaan melalui kegiatan perkesmas yang dikoordinir oleh Perawat yang kompeten.
Sasaran/klien Perkesmas Kesehatan Jiwa Terpadu adalah penderita dan suspek gangguan jiwa yang mempunyai masalah kesehatan akibat faktor ketidaktahuan, ketidakmauan maupun ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah kesehatannya. Klien tersebut baik yang sudah pernah maupun yang tidak pernah berkunjung ke fasyankes. Prioritas sasaran yaitu pada yang sulit mengakses sarana pelayanan kesehatan atau sudah memanfaatkan tetapi memerlukan tindak lanjut. Fokus utama pada suspek atau penderita pada keluarga miskin dan yang termasuk resiko tinggi.
Pekerja inti Perkesmas Kesehatan Jiwa Terpadu adalah perawat yang mempunyai kualifikasi pendidikan tertentu dan pernah mengikuti pelatihan/sertifikasi Perkesmas, serta memiliki pengalaman kerja di Puskesmas. Perawat ini ditunjuk untuk benar-benar fokus pada tugasnya sebagai pekerja inti sehingga tidak dibebani banyak ketugasan yang lain.
Adapun pengalaman kerja yang disyaratkan sebagai berikut :
a. Pernah mengikuti pertemuan dengan petugas pelaksana Perkesmas/penanggung jawab daerah binaan (darbin) untuk mengidentifikasi masalah dan data kesehatan jiwa, merencanakan kegiatan Perkesmas, memfasilitasi pembahasan masalah dalam Refleksi Diskusi Kasus (RDK), membahas masalah sumber daya yang diperlukan.
b. Pernah mengikuti kunjungan lapangan untuk melakukan koordinasi pada petugas pelaksana
c. Dapat membuat laporan yang disusun berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan Perkesmas Kesehatan Jiwa Terpadu yang merupakan bahan pertanggung jawaban kepada Kepala Puskesmas.
Sertifikasi bagi perawat Perkesmas Kesehatan Jiwa Terpadu yaitu:
a. Pelatihan Perkesmas
b. Pelatihan Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis (PMKK) untuk perawat koordinator
c. Pelatihan Keperawatan Kesehatan jiwa Masyarakat (basic).
Pekerja pendukung Perkesmas Kesehatan Jiwa Terpadu yaitu dokter,psikolog, perawat,bidan,kesling, promkes, gizi, surveilan, laboran, apoteker, tata usaha, Pemdes, Kecamatan, kader kesehatan jiwa, dan lain-lain. Pekerja pendukung bekerja sesuai kompetensi dan fungsinya masing-masing yang dilakukan di fasyankes, di lapangan, maupun di tempat kerjanya. Konsep terpadu pada Perkesmas Kesehatan Jiwa Terpadu didasari pada berfungsinya pekerja pendukung yang berasal dari berbagai bidang, dan bekerja bersama secara terkoordinir dalam penanganan dan pelayanan masalah kesehatan jiwa. Pekerja pendukung ini melibatkan berbagai pihak/stake holder karena dengan demikian penanganan masalah kesehatan jiwa bisa didukung dari berbagai pendekatan.
Standar kerja atau dasar hukum pelaksanaan Perkesmas Kesehatan Jiwa Terpadu berasal dari Kemenkes, Pemda, maupun standar internal Puskesmas. Standar tersebut antara lain mengenai :
1.Kepmenkes tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota.
2. Kepmenkes tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat
3. Kepmenkes tentang pengembangan manajemen kinerja perawatan/bidan
4. Kepmenkes tentang pedoman upaya penyelenggaraan Perkesmas di Puskesmas.
5. Perda tentang RPJMD (memuat kebijakan pelayanan kesehatan jiwa).
6. Peraturan internal Puskesmas antara lain tentang Pedoman Kerja, SOP, dll tentang pelayanan kesehatan jiwa.
Upaya Perkesmas Kesehatan Jiwa Terpadu antara lain :
1. Pendataan dan skreening klien. Upaya ini dilakukan agar dapat mendapatkan data sebenarnya
suspek dan penderita gangguan jiwa baik yang pernah maupun tidak pernah berkunjung ke
fasyankes.
2. Pelayanan pasien di Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling,
posyandu, poskesdes.
2. Kunjugan rumah oleh petugas kesehatan yang dikoordinir pekerja inti/perawat
koordinator.
3. Koordinasi upaya pemecahan masalah dan penyusunan RTL dengan berbagai stake holder.
4. Implementasi pemecahan masalah dengan berbagai pendekatan.
2. Alternatif kedua yaitu Pembentukan Pusat Kesehatan Mental Tingkat Kabupaten (Versi usulan II).
Skema pembentukan Pusat Kesehatan Mental Tingkat Kabupaten dimaksudkan untuk memberikan penanganan secara lebih komprehensif dan khusus kepada suspek maupun penderita gangguan jiwa. Layanannya dilakukan di dalam gedung maupun di luar gedung seperti pada skema Perkesmas. Penanganan yang dilakukan lebih bersifat pencegahan agar penderita tidak sampai mengalami permasalahan kesehatan jiwa yang berat. Wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Kabupaten. Sumber daya di Pusat Kesehatan Mental ditentukan secara spesifik agar dapat berfungsi secara efektif dan optimal. Dari segi pembiayaan/anggaran, kebijakan, pengadaan SDM, dan sebagainya dapat diprediksi Pemerintah Daerah dapat mengupayakannya. Untuk SDM baik Middle Manajer, pekerja inti, maupun pekerja pendukung dapat karyawan tetap ataupun tenaga kontrak.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 1996, Jakarta, Pedoman Pemantauan Penilaian Program Perawatan Kesehatan Masyarakat.
----------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar