KORUPSI DALAM PERHITUNGAN BIAYA LAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
Sejak tahun 2014, sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia mengalami perubahan dengan adanya JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Sistem pembiayaan kesehatan ini memberikan dana kapitasi bagi tempat pelayanan kesehatan, dalam hal ini Puskesmas dan Rumah Sakit. Sistem kapitasi ini dibayarkan langsung kepada tempat pelayanan kesehatan tanpa adanya koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Tidak adanya lembaga yang mengawasi inilah yang menjadi awal munculnya ketidak selarasan antara biaya yang dikeluarkan di rumah sakit dan biaya yang dihitung oleh BPJS, atau sering disebut fraud.
Fraud ini sudah banyak terjadi. Bahkan, di Kota Singkawang, salah satu rumah sakit sudah mendapat sanksi dari BPJS berupa penghentian kerjasama untuk sementara waktu. Penghentian ini dikarenakan adanya ketidaksesuaian antara perhitungan besaran kapitasi antara rumah sakit dan BPJS. Rumah sakit meng klaim bahwa dana yang mereka dapat seharusnya lebih besar daripada perhitungan BPJS. Sedang menurut BPJS, rumah sakit diduga melakukan fraud dalam hal perhitungan biaya, termasuk diagnosa penyakit yang 'dipaksakan' dan obat yang double function. Setelah pihak BPJS melakukan audit, terbukti bahwa pihak rumah sakit melakukan fraud. Ini disebabkan adanya bukti data yang ditemukan BPJS, dimana sejumlah pasien seharusnya tidak rawat inap menjadi rawat inap, dan pemberian 2 resep obat dengan fungsi yang hampir sama. Berdasarkan hal ini, BPJS kemudian memberikan sanksi bagi rumah sakit berupa penghentian kerjasama sampai batas waktu yang belum ditentukan. Ini tentunya berdampak pada angka kunjungan rumah sakit, dimana rumah sakit tersebut menjadi sepi pengunjung, lantaran mereka bergantung pada pasien BPJS.
Sumber:
Bober, Benedykt. "DETERMINANTS OF CORRUPTION PROCESSES IN PUBLIC HOSPITALS." Journal of Health Policy, Insurance & Management/Polityka Zdrowotna 15.5 (2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar