Kuliah Organisasi Kesehatan
repost : artikel kesayangan tentang korupsi
buku referensi 4
Applying Quality Management in Health Care. A Process for improvement.
Diane L. Kelly. 2003
Posted by Nur Chayati
Definisi kualitas menurut buku ini adalah derajat pelayanan kesehatan yang ditujukan bagi individu dan kelompok yang meningkat sesuai dengan outcome yang diharapkan serta konsisten dengan pengetahuan professional. Sedangkan Quality Assurance adalah sebuah pendekatan untuk mengeliminasi kekurangan. Quality Assurance diperlukan untuk mencapai total quality dan upaya-upaya dalam quality improvement. Total quality merupakan suatu filosofi atau pendekatan manajemen yang dapat dikarakteristikkan dengan prinsip-prinsip, praktis dan teknik. Tiga prinsip yang dipegang dalam total quality adalah fokus pada customer, continuous improvement dan kerjasama tim. Secara garis besar total quality adalah konsep strategis, sedangkan continuous quality improvemnet adalah upaya-upaya untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas melalui upaya memenuhi kebutuhan klien (customer fokus), day to day action dan dalam melakukan semua upaya tersebut dibutuhkan kerjasama dan komunikasi antar tim.
Upaya untuk mencapai continuous quality improvement dibutuhkan sebuah tool yang berfokus pada problem solving dan menyediakan dokumentasi-dokumentasi, sehingga para manager bisa menggunakan data tersebut untuk mengorganisasikan dan mencatat perubahan proses dan hasil dari proyek tsb. Sehingga kegunaan CQI tool dibagi menjadi 4 yaitu untuk mengidentifikasi harapan-harapan klien, mendokumentasikan proses, mendiagnosa masalah dan untuk monitoring kemajuan yang dicapai.
Adanya kegiatan assessment kebutuhan, dokumentasi sampai monitoring pelaksanaan program dalam sebuah perusahaan diharapkan layanan/service yang diberikan pada consumer betul-betul berkualitas, yaitu sesuai dengan harapan dan standar konsumen.
tugas baca literatur
An Introduction to Quality Assurance in Health Care
Avedis Donabedian
Edited by Rashid Bashshir. 2003
Posted by Nur Chayati
Buku ini mengupas tentang penjaminan mutu, yang menurut Avedis Donabedian, penjaminan mutu adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk memelihara, menjaga, meningkatkan dan mempromosikan kualitas pelayanan kesehatan, sehingga tujuan utama dari Quality Assurance adalah terjadinya perubahan perilaku.
Quality assurance diperlukan untuk menjamin bahwa pelayanan yang diberikan berkualitas. Menurut Avedis Donabedian, kualitas sebuah pelayanan dibagi menjadi 3, yaitu berkualitas baik, cukup dan jelek. Terdapat 3 pendekatan untuk mengkaji kualitas pelayanan, yaitu:
1. Pendekatan struktur
Komponen yang masuk struktur adalah sumber-sumber material seperti fasilitas, peralatan, sumber daya manusia seperti jumlah, keberagaman dan kualifikasi profesional, dukungan personal. Struktur juga meliputi karakteristik organisasi seperti staf medis dan keperawatan, fungsi pembelajaran dan penelitian, jenis-jenis supervisi, performance, metode pembayaran dll.
2. Pendekatan proses
Pendekatan proses ditekankan pada aktivitas pelayanan kesehatan seperti diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, pencegahan, pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh profesional dengan melibatkan pasien dan keluarga pasien.
3. Pendekatan Outcome
Pendekatan outcome menekankan pada perubahan baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan pada individu dan populasi. Outcome yang dilihat bisa perubahan status kesehatan, perubahan pengetahuan, perubahan periku, kepuasan pasien dan anggota keluarga terhadap perawatan yang diterima serta outcome yang dicapai.
Kualitas pelayanan tidak bisa dipisahkan antara ke3 komponen di atas karena struktur mempengaruhi proses dan proses akan mempengaruhi outcome. Salah satu keterbatasan model struktur, proses dan outcome ini lebih cocok untuk mengkaji praktik klinik, tetapi untuk mengevaluasi aktivitas lain, maka harus ada modifikasi.
YULFITRI_KMPK
Ade M.Cahyadi.S.KMPK15
Reformasi Sistem Kesehatan : Manager kasus atau makelar kasus ?
Menurut WHO Sistem kesehatan adalah semua kegiatan yang tujuan utamanya untuk meningkatkan, mengembalikan dan memelihara kesehatan. Salah satu prioritas reformasi kesehatan adalah pemerataan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat, kebijakan kesehatan didaerah tidak terpisahkan dari kebijakan rencana pembangunan kesehatan menuju pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat.
Cakupannya berupa Formal Health Services yaitu pelayanan kesehatan oleh tenaga medik profesional maupun SDM kesehatan lainnya. Tercakup berbagai kegiatan yang dapat memperkuat kesehatan seperti pendidikan khusus kesehatan dan berbagai hal lainnya.
Tujuan utama dalam sistem kesehatan berupa :
1. Status Kesehatan
2. Perlindungan Risiko
3. Kepuasan Publik
Reformasi Kesehatan sebagai upaya yang bertujuan untuk mengubah sistem guna meningkatkan kinerja dan reformasi itu bisa bersifat kecil atau satu bagian dari System ataupun bersifat besar yang merupakan perubahan lebih dari satu bagian System itu. Melakukan reformasi kesehatan itu tidak mudah dikarenakan konsekuensi sulit diprediksi dikarenakan berbagai hal.
Tujuh reformasi Pembangunan kesehatan (Kementrian kesehatan, 2011)
1. Revitalisasi pelayanan kesehatan
2. Ketersediaan, distribusi, retensi dan mutu sumber daya manusia
3. Mengupayakan ketersediaan, distribusi, keamanan, mutu, efektivitas, keterjangkauan obat, Vaksin dan Alkes.
4. Jaminan Kesehatan
5. Keberpihakan kepada daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan(DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan(DBK)
6. Reformasi birokrasi
7. World class Health Care
Untuk saat ini bidang Kesehatan menjadi prioritas di Pemerintah Kota Pontianak terkait dengan itu bagaimana capacity Building organisasi dinas kesehatan dapat mendukung nawacita pimpinan daerah tersebut dengan melakukan idealisasi keorganisasian dan meningkatkan kinerja dan kualitas tenaga kesehatan yang ada serta sumber daya yang tersedia saat ini.
Dalam reformasi organisasi pelayanan publik baru-baru ini dinas kesehatan kota Pontianak berinovasi dalam memberikan pelayanan satu pintu untuk kepengurusan perizinan dan terkait regulasi kebijakan lainnya yang bertujuan untuk memotong jalur birokrasi sehingga publik dapat memprediksi kapan urusannya dapat tertangani.
Dalam hal percepatan pelayanan menuju pelayan yang responsif belum efektifnya Case manager di daerah ini bagaimana mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan layanan kesehatan yang dibutuhkan. Upaya tersebut masih terbentur masalah kepentingan, zonasi daerah-daerah yang menjadi skala prioritas serta sumber daya manusia kesehatan yang dirasakan perlu pengembangan pendidikan dan pelatihan.
Dalam 6 bagian pokok organisasi hambatan terdapat pada operating core yang merupakan komponen utama dalam pokok organisasi. Salah satunya adalah Case manager yang merupakan petugas inti dalam percepatan pelayanan yang responsif sehingga pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan tidak ada waktu dan biaya yang terbuang percuma dalam mencari kebutuhan layanan kesehatan.
Aksi manajer kasus terletak pada :
1. mengidentifikasi populasi berisiko
2. Koordinasi resourche. memulai prosses perencanaan
3. mengantisipasi potensial penundaan pelayanan kesehatan
4. mengidentifikasi hambatan untuk Efisiensi dan hasil yang baik.
5. mengurangi redundansi dan fragmentasi. mengumpulkan, menafsirkan, dan menggunakan data untuk mengidentifikasi masalah.
6. bertindak sebagai advocat untuk pasien dan keluarga.
7. mendidik pasien, keluarga dan tim interdisipliner tentang resourche perawatan kesehatan.
8. Berbagi Pengalaman,Pengetahuan, keterampilan dan keahlian dengan tim manajemen kasus
Hambatan dalam reformasi kesehatan kesehatan didaerah secara umum terdapat pada keadaan ekonomi setempat, nawacita kepala daerah, dan political Power. Oleh karena itu peran regulasi pemerintah semakin menonjol didaerah yang banyak lembaga pelayanan kesehatan swasta.
Standard kinerja pada sebuah organisasi idealnya harus memiliki:
1. Integrity : menunjukan integritas pribadi dalam melakukan pekerjaannya
2. Teamwork : Bekerja secara kolaburatif dengan rekan-rekan.
3. Planning : Sedapat mungkin, berencana hati-hati untuk mengantisipasi dan menghindari masalah.
4. Organization : Mengelola waktu dengan baik
5. Resource Use : Mencari dan menggunakan manusia dan sumber daya keuangan dengan bijak.
6. Cooperation : Bersedia menerima tanggung jawab yang wajar dan membantu orang lain.
7. Motivation : Bersedia untuk mempelajari hal dan tugas yang baru
8. Initiative : Mengambil langkah-langkah aktif untuk meningkatkan organisasi.
9. Respecful : Menanamkan kepercayaan dan rasa hormat Siantar klien dan rekan kerja
10. Punctuality : Menghormati nilai waktu untuk diri dan oranglain
11. Attendance : Berkomitmen pada ketentuan atau perjanjian kerjanya.
Tujuan dari organisasi yang profesional untuk berinovasi dan memberikan layanan berkualitas tinggi. Yang ada dalam lingkungan yang kompleks dan stabil oleh sebab itu Organisasi bisa hidup karena ada pembeli / klien yang merasakan manfaat dari itu sehingga akan terus membeli produk dari sebuah organisasi itu.
By : Ade M. Cahyadi S.KMPK15
Catatan : Paper ini dibuat dalam rangka pembelajaran teori organisasi untuk menyikapi Health reform dan hambatannya didaerah penulis.
Reff :
Lunenburg, F. C. (2012). Organizational structure: Mintzberg's framework. International journal of scholarly, academic, intellectual diversity, 14(1), 1-8.
Cohen, E. L., & Cesta, T. G. (2005). Nursing case management: From essentials to advanced practice applications. Elsevier Health Sciences.
Luti, I., Hasanbasri, M., & Lazuardi, L. (2012). Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Meningkatkan Sistem Rujukan Kesehatan Daerah Kepulauan di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 1(01).
The Health and Family Planning Manager's Toolkit
Molyadi (KMPK)
Tantangan dan strategi organisasi Puskesmas
dalam persaingan pasar bebas
Oleh: Molyadi
Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah merupakan tantangan sekaligus peluang bagi daerah dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan. Puskesmas sebagai organisasi pelayanan publik milik pemerintah dan merupakan garda terdepan dan ujung tombak pelayanan kesehatan dasar dan gate keeper pada pelayanan kesehatan formal dan penapisan rujukan, harus dapat memberikan pelayanan bermutu sesuai dengan standar pelayanan maupun standar kompetensi.
Saat ini masih banyak sering kita lihat dan jumpai kelemahan dalam pemberian pelayanan kesehatan secara umum di Puskesmas sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Dalam era SJSN saat ini, ketika tingkat pendidikan, pendapatan dan awareness masyarakat semakin meningkat, maka pelayanan kesehatan yang tidak bermutu akan ditinggalkan, dan beralih ke penyedia layanan kesehatan yang lebih baik mutunya.
Menghadapi perubahan situasi eksternal tersebut ada dua strategi pendekatan yang dapat dilakukan oleh stakeholder yang pertama: melakukan promosi pelayanan kesehatan, dan yang kedua: terus melakukan peningkatan kualitas pelayanan. Dalam melaksanakan kebijakan tersebut stakeholder dan staf perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Komunikasi
Kurangnya informasi dari pembuat kebijakan kepada pelaksana kebijakan. Komunikasi ini penting, sehingga betul-betul dipahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, dan kelompok sasaran. Pelaksana kebijakan dapat mempersiapkan secara efektif dan efisien apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan tersebut.
2. Sumber daya
Jika para pelaksana kebijakan yang bertangung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber- sumber daya untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif. Sumber daya yang telah disebutkan meliputi: sumber daya manusia, keuangan, peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan.
3. Struktur Organisasi
Diperlukan kejelasan struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antar unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan dan hubungan organisasi dengan organisasi luar dan sebagainya. Dalam melaksanakan kebijakan, disesuaikan dengan peran dan tugas masing-masing yang telah disepakati.
4. Komitmen dan Kemampuan
Diperlukan komitmen dan kemampuan dari pelaksana kebijakan secara sunguh-sungguh untuk menerapkan kebijakan sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan.
Jika tidak ingin ditinggal oleh pelanggan, maka organisasi perlu menerapkan beberapa strategi. Salah satunya pendekatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan model pasar. Dimana stakeholder membentuk jaringan terpadu pelayanan kesehatan dan terus melakukan promosi pelayanan secara lintas sektor serta melibatkan partisipasi masyarakat dalam mengevaluasi pelayanan kesehatan yang diberikan. Masyarakat akan menilai apakah pelayanan kesehatan yang diberikan memenuhi harapan mereka atau tidak atau dengan kata lain masyarakat akan memilih pelayanan kesehatan lainnya yang lebih baik.
Sumber: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/hpm.2228/pdf
Ade M. Cahyadi Saputra.KMPK15
Puskesmas sebagai Gate keeper, berhasil atau uji coba yang gagal?
Gatekeeper konsep sistem pelayanan kesehatan dimana fasilitas kesehatan tingkat pertama berperan sebagai pemberi layanan kesehatan dasar yang berfungsi optimal sesuai standar kompetensinya.
Terdapat Empat Fungsi pokok fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagai gatekeeper : 1)First Contact, 2)Continuity 3)Comprehensiveness, 4)Coordination.
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan distrata pertama layanan kesehatan. Optimalisasi peran berbagai pihak dalam sistem kesehatan masih terus dikembangkan dengan tujuan agar pasien dan masyarakat sebagai pengguna layanan mendapatkan pelayanan yang komprehensif. Dari beberapa data yang didadapatkan dalam laporan kesehatan daerah angka kesakitan seperti pada kasus kasus tertentu seperti: contoh Kasus TB, complete rate hanya sekitar 5% dari total kasus dalam suatu wilayah, jelas bahwa upaya kegiatan pelayanan kesehatan belum efektif terhadap penurunan kasus TB itu, dapat diartikan bahwa belum ada integrasi layanan kesehatan disana.
Berbagai pendekatan konvensional yang mengkaji persoalan mutu dan kualitas layanan kesehatan biasanya hanya memaknai upaya optimalisasi dari perspektif instrumen belaka seperti akses, fasilitas, dan sumber daya manusia kesehatan, tanpa melihat model, sistem organisasi yang dijalankan serta regulasi internal yang akan mampu mengakomodasi berbagai kendala teknis maupun non teknis.
Dari berbagai macam masalah kesehatan yang ada dimasyarakat saat ini diperlukan perencanaan dan pelaksanaan yang terpadu dan terintegrasi dari manajemen puskesmas agar pelayanan kesehatan yang diberikan dapat optimal yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan Rehabilitatif .
Baru baru ini berbagai upaya untuk memperkuat kapasitas sistem kesehatan untuk mencegah penyakit kronis telah ada melalui jaringan Multilevel dan hal yang paling penting didalamnya adalah pelayanan kesehatan yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal sebagai upaya untuk meningkatkan kelangsungan pelayananan dan koordinasi antara komponen sistem yang memobilisasi upaya seluruh instansi terkait di tingkat pemerintahan, inisiatif kebijakan, upaya implementasi dan mengurangi prevalensi faktor risiko penyakit pada tingkat populasi bagaimana program pencegahan untuk memperkuat kapasitas lokal untuk perencanaan kegiatan berbasis masyarakat yang ditujukan pada kebutuhan kesehatan masyarakat.
Catatan :
Tulisan ini dibuat dalam tugas kuliah organisasi dan kesehatan
By:Ade M.Cahyadi Saputra.KMPK15
Reff:
Willis, C. D., Riley, B. L., Herbert, C. P., & Best, A. (2013). Networks to strengthen health systems for chronic disease prevention. American journal of public health, 103(11), e39-e48.
Molyadi(KMPK)
Upaya pemerataan, peningkatan mutu, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
khususnya di daerah-daerah terpencil dan kepulauan
Oleh:
Molyadi
Sebagai sebuah sub sistem dalam SKN di Indonesia, upaya kesehatan yang dilakukan Pemerintah Daerah dirasakan sudah semakin membaik, ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah sarana dan prasarana pelayanan kesehatan baik itu Puskesmas, Pustu, maupun Poskesdes di masing-masing desa telah ada. Kondisi geografis daerah yang cukup luas, persebaran penduduk yang tidak merata dan merupakan daerah perairan, menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Pemerintah Daerah untuk mewujudkan pemerataan, mutu, dan keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat khususnya di daerah-daerah terpencil dan kepulauan.
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten (seksi Jaminan Kesehatan Nasional) menunjukan bahwa terjadinya peningkatan jumlah kasus rujukan pada kondisi penyakit yang seharusnya bisa ditangani di Puskesmas khususnya daerah terpencil ke Rumah Sakit Propinsi. sulitnya akses ke pelayanan lanjutan, kurangnya tenaga profesional baik medis maupun paramedis, terbatasnya obat, dan alat kesehatan di duga menjadi penyebab terjadinya peningkatan kasus rujukan.
Belum adanya Rumah Sakit Kabupaten menjadi persoalan tersendiri bagi daerah. Dinas kesehatan perlu memperkuat sistem pelayanan kesehatan di Puskesmas baik rawat jalan maupun Puskesmas rawat Inap di daerah-daerah terpencil dengan melakukan beberapa hal diantaranya:
1. Meningkatkan Akses
Khusus bagi Puskesmas di daerah sangat terpencil dengan menyiapkan tenaga, alkes sesuai dengan kebutuhan daerah setempat. Selain itu menyiapkan sarana transportasi dan akomodasi untuk memberi kemudahan masyarakat dalam mengakses pelayanan.
2. Mengembangkan model layanan dan model perawatan
Program inovativ diberikan dengan memperhatikan kebutuhan individu, masyarakat, sumber daya yang tersedia, dan karakteristik serta budaya masyarakat setempat.
3. Penempatan Tenaga Kesehatan
Daerah sulit dan sangat terpencil menjadi hal yang tidak menarik bagi bebarapa jenis tenaga kesehatan, perlu upaya pemerintah daerah seperti mengenalkan program-program baru sehingga menarik minat tenaga kesehatan untuk bekerja di daerah-daerah tersebut. Selain itu pemberian insentif bagi tenaga kesehatan sehingga menarik dan mendorong mereka untuk tinggal lebih lama.
4. Program kemitraan dan perencanaan
Untuk mengatasi kompleksitas kesehatan di daerah terpencil perlu untuk merencanakan dan mendesain pelayanan kesehatan dan kebijakan kesehatan khusus. Perlu diketahui kebutuhan dan harapan masyarakat terhadap jenis pelayanan seperti apa yang mereka butuhkan dan perencanaan khusus sehingga menghasilkan program yang berkualitas.
5. Meningkatkan menajamen kepemimpinan, tata kelola, transparansi, dan kinerja
Memimpin dan mengelola Puskesmas di daerah-daerah terpencil lebih menantang dibanding Puskesmas daerah perkotaan. Berbagai masalah seperti isu terbatasnya sumber daya baik seperti anggaran, memicu konflik internal pegawai dalam memberikan pelayanan. Oleh karena itu dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan manajemen yang profesional untuk melayani kebutuhan staf dan masyarakat. Guna memastikan pelayanan kesehatan yang keberlanjutan, berkualitas, dan keamanan dalam pelayanan diperlukan hal-hal sebagai berikut:
· Good governance dan manajemen melalui pelatihan dan peningkatan keterampilan staf untuk menggunakan alat-alat yang di perlukan dan sesuai dengan kebutuhan pelayanan masyarakat setempat.
· Merekrut dan mempertahankan manajer-manajer yang terampil, berpengalaman, dan mendukung dalam kegiatan administratif.
· Memberi dukungan dalam peningkatan kinerja dan melakukan perbaikan mutu yang berkesinambungan.
Sumber:
http://www.ruralhealthaustralia.gov.au/internet/rha/publishing.nsf/Content/EBD8D28B517296A3CA2579FF000350C6/$File/NationalStrategicFramework.pdfMolyadi KPMK
Dukungan eksternal dalam upaya praktik
peningkatan mutu pelayanan di Puskesmas
Oleh
Molyadi
Sebagai sebuah komponen integral dalam sistem pelayanan kesehatan, Puskesmas memiliki peran penting dalam meningkatkan mutu pelayanannya sehingga mendukung tercapai status kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Dalam era sistem pelayanan kesehatan saat ini, harapan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas semakin tinggi. Diperlukan sebuah sistem internal maupun eksternal yang dapat mendukung profesional kerja pegawai dalam upaya perbaikan mutu terutama berfokus pada keselamatan petugas, pasien dan peningkatan mutu. Ada Empat kategori dukungan eksternal yang dapat digunakan, dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau melalui kombinasi untuk meningkatkan mutu pelayanan:
1. Melakukan feed back data dan benchmarking
Memberikan informasi tentang hasil kinerja pegawai serta melakukan perbandingan dengan standar dari luar sebagai salah satu bentuk upaya perbaikan sistem pelayanan telah dilakukan.
2. Melakukan Pembinaan.
Pembinaan oleh organisasi eksternal penting untuk dilakukan dalam upaya mengembangkan keterampilan, peningkatan keahlian melalui instrument-instrument perbaikan qualitas. Selain itu pembinaan dilakukan guna membantu mengatasi hambatan, memberi masukan dalam memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapi Puskesmas.
3. Melakukan konsultasi pada para ahli.
Praktik pelayanan dilakukan berdasarkan pengetahuan berbasis bukti oleh dokter dan paramedis lainnya.
4. Belajar bersama atau colaborative learning
Membentuk komunitas guna berbagi pengalaman baik itu berupa masalah yang dihadapi, pengalaman dalam pelayanan, program terbaik dan menarik untuk memberikan motivasi dan inspirasi bagi Puskesmas yang lain.
Komentar:
Saya sangat setuju dengan pernyataan tersebut diatas yang telah direkomendasikan oleh negara maju seperti Amerika. Ada beberapa peran dinas yang selama ini masih dirasakan kurang terutama terkait feed back laporan, evaluasi kinerja pelayanan, pembinaan yang terkesan asal turun kelapangan, dan kurangnya pelatihan terutama bagi dokter dan perawat di ruang rawat inap.
Sumber: http://www.ahrq.gov/research/findings/factsheets/quality/qipc/index.html
Desentralisasi Kesehatan Merupakan Titik Awal Pemekaran Kabupaten/Kota Dan Merupakan Peluang Transaksi Korupsi
Secara Terbuka Di Indonesia
Musa, KMPK ( Materi korupsi)
Saya sangat setuju bahwa korupsi itu di hapuskan di muka bumi ini, ternyata semenjak terjadi pemekaran daerah Kabupaten/Kota di zaman desentralisasi merupakan peluang besar terjadi korupsi secara terbuka dan bahkan secara terang-terangan.
Korupsi merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang dipercaya untuk keuntungan pribadi. Korupsi terjadi ketika pejabat, orang yang telah diberikan wewenang untuk melaksanakan tujuan untuk kepentingan publik, bukan menggunakan posisi mereka, dan kekuatan untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain dekat kepada mereka. Korupsi sekarang ini merupakan masalah yang meresap mempengaruhi sektor kesehatan. Pada tingkat individu dan rumah tangga, ada bukti pemasangan efek negatif dari korupsi pada kesehatan dan kesejahteraan warga.
Risiko korupsi di sektor kesehatan secara unik di pengaruhi oleh beberapa faktor organisasi. Sektor kesehatan sangat rentan terhadap korupsi karena ketidakpastian seputar permintaan layanan, banyak pelaku tersebar termasuk regulator, pembayar, penyedia, konsumen, dan pemasok berinteraksi secara kompleks, dan sulit untuk mengidentifikasi dan kontrol kepentingan.
Daerah yang berbeda di mana korupsi merayap ke sektor kesehatan adalah pembangunan dan rehabilitasi sarana kesehatan, pembelian peralatan dan perlengkapan termasuk obat, distribusi dan penggunaan obat-obatan dan perlengkapan dalam pemberian layanan, peraturan kualitas produk, layanan, fasilitas dan profesional , pendidikan profesional kesehatan, penelitian medis, penyediaan jasa oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya.
Desentralisasi di Kabupaten /Kota di Indenesia misal nya Kabupaten X untuk penerimaan pegawai kontrak harus menyetorkan duit sebesar Rp. 25 juta sampai dengan Rp 50 Juta. Penerimaan pegawai negeri sipil dengan tarip menyetor kan uang sebesar Rp 150 -250 juta untuk pendidikan strata satu (S1). Di Kabupaten / Kota, seluruh perangkat daerah semuanya sudah melakukan transaksi terjadinya penyimpangan korupsi mulai pemerintah desa sampai ke Kabupaten/Kota. Apabila terjadi pemeriksaan dari pihak berwenang seperti inspektorat daerah, BPK, bahkan KPK pun, pihak terdakwa bisa juga tawar- menawar dalam transaksi bagi uang antara pemberi dan penerima. Pemeriksaan asset negara, pengadaan barang merupakan celah terjadi transaksi korupsi. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak berwenang, apabila terjadi penyimpangan pada asset, pengadaan barang yang diperiksa, terdakwa relah mengeluar kan 50 juta bahkan sampai 100 juta di berikan kepada pemeriksa (uang damai). Pengadaaan alat merupakan peluang terbesar terjadinya penyimpangan korupsi antara pengadaan barang dan penerima barang kesehatan.
Sebagai per transparansi internasional, kesehatan memiliki interaksi publik yang maksimal dan merupakan sektor yang paling korup kedua. Korupsi adalah mulai dari terlibat dalam praktek swasta yang tidak sah untuk mengeluarkan sertifikat medis, transfer, posting, perekrutan, di "toleransi" absensi, konstruksi rumah sakit mahal, peralatan berteknologi tinggi dan arsenal meningkatnya obat yang dibutuhkan untuk pengobatan, dikombinasikan dengan pasar yang kuat dari vendor dan perusahaan farmasi, risiko hadir suap dan konflik kepentingan di sektor kesehatan. daerah yang paling sensitif adalah dalam pengadaan obat-obatan dan perizinan bank darah, di mana produsen tanpa izin telah penerima pesanan dan tindakan pada pemasok obat palsu lambat. Penyebaran meresap korupsi tidak terbatas pada sektor publik.
Korupsi mungkin diperlukan, solusi spesifik sektor dapat ditempuh pada saat yang sama atau bahkan tanpa adanya kemauan politik untuk reformasi yang lebih sistemik (Spector, 2005). Agar efektif, reformasi untuk memberantas korupsi harus diinformasikan oleh teori, dipandu oleh bukti dan disesuaikan dengan konteks. Upaya untuk menjelaskan penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan untuk keuntungan pribadi telah meneliti bagaimana struktur, manajemen dan tata kelola sistem perawatan kesehatan berkontribusi korupsi. Berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi dan pemerintahan yang baik, ini kerangka kerja konseptual telah membantu pembuat kebijakan untuk memahami bagaimana monopoli pemerintah, dikombinasikan dengan terlalu banyak pertimbangan, dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, sekaligus memperkuat akuntabilitas pemerintah, transparansi, suara warga dan hukum penegakan ment dapat membantu untuk mengurangi korupsi (Klitgaard et al., 2002)
Korupsi merupakan masalah yang kompleks, yang mengancam fasilitas perawatan kesehatan, jasa, dan hasil. Upaya untuk memisahkan masalah korupsi tertentu di sektor kesehatan dan untuk mengidentifikasi dan memahami akar penyebab dapat membantu kita menghadapi masalah yang sulit ini. Hal ini juga penting untuk melatih para profesional kesehatan muda dengan etika kedokteran. Kami dapat kerajinan program yang lebih efektif untuk menutup peluang, mengurangi tekanan, dan memperkuat ketahanan terhadap korupsi. Transparency Act, forum konsumen, komite manajemen pasien, komite kesehatan desa, pasien / piagam warga, hak atas informasi, menanamkan sistem nilai dan pelatihan dalam praktek manajemen, e-governance, sistem ganti rugi, adalah beberapa instrumen yang perlu dipekerjakan oleh pemerintah untuk counter pengecekan malpraktik.
Referensi
Catherin Nisha, Journal Corruption in the health sector; ethical response.Department of Community Medicine, Amala Institute of Medical Sciences, Thrissur, Kerala IndiaYear : 2015 | Volume : 3 | Issue : 5 | Page : 16-18
Budi Arsih S, Journal Solutions Governance Diminish Corruption in Public Health Care Systems in Indonesia. Faculty of Law, Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600 Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor Darul Ehsan, Malaysia, 2015, Vol 6, No 1
MUSA, KMPK ( Materi Korupsi )
Desentralisasi Kesehatan Merupakan Titik Awal Pemekaran Kabupaten/Kota Dan Merupakan Peluang Transaksi Korupsi
Secara Terbuka Di Indonesia
Musa, KMPK ( Materi korupsi)
Saya sangat setuju bahwa korupsi itu di hapuskan di muka bumi ini, ternyata semenjak terjadi pemekaran daerah Kabupaten/Kota di zaman desentralisasi merupakan peluang besar terjadi korupsi secara terbuka dan bahkan secara terang-terangan.
Korupsi merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang dipercaya untuk keuntungan pribadi. Korupsi terjadi ketika pejabat, orang yang telah diberikan wewenang untuk melaksanakan tujuan untuk kepentingan publik, bukan menggunakan posisi mereka, dan kekuatan untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain dekat kepada mereka. Korupsi sekarang ini merupakan masalah yang meresap mempengaruhi sektor kesehatan. Pada tingkat individu dan rumah tangga, ada bukti pemasangan efek negatif dari korupsi pada kesehatan dan kesejahteraan warga.
Risiko korupsi di sektor kesehatan secara unik di pengaruhi oleh beberapa faktor organisasi. Sektor kesehatan sangat rentan terhadap korupsi karena ketidakpastian seputar permintaan layanan, banyak pelaku tersebar termasuk regulator, pembayar, penyedia, konsumen, dan pemasok berinteraksi secara kompleks, dan sulit untuk mengidentifikasi dan kontrol kepentingan.
Daerah yang berbeda di mana korupsi merayap ke sektor kesehatan adalah pembangunan dan rehabilitasi sarana kesehatan, pembelian peralatan dan perlengkapan termasuk obat, distribusi dan penggunaan obat-obatan dan perlengkapan dalam pemberian layanan, peraturan kualitas produk, layanan, fasilitas dan profesional , pendidikan profesional kesehatan, penelitian medis, penyediaan jasa oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya.
Desentralisasi di Kabupaten /Kota di Indenesia misal nya Kabupaten X untuk penerimaan pegawai kontrak harus menyetorkan duit sebesar Rp. 25 juta sampai dengan Rp 50 Juta. Penerimaan pegawai negeri sipil dengan tarip menyetor kan uang sebesar Rp 150 -250 juta untuk pendidikan strata satu (S1). Di Kabupaten / Kota, seluruh perangkat daerah semuanya sudah melakukan transaksi terjadinya penyimpangan korupsi mulai pemerintah desa sampai ke Kabupaten/Kota. Apabila terjadi pemeriksaan dari pihak berwenang seperti inspektorat daerah, BPK, bahkan KPK pun, pihak terdakwa bisa juga tawar- menawar dalam transaksi bagi uang antara pemberi dan penerima. Pemeriksaan asset negara, pengadaan barang merupakan celah terjadi transaksi korupsi. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak berwenang, apabila terjadi penyimpangan pada asset, pengadaan barang yang diperiksa, terdakwa relah mengeluar kan 50 juta bahkan sampai 100 juta di berikan kepada pemeriksa (uang damai). Pengadaaan alat merupakan peluang terbesar terjadinya penyimpangan korupsi antara pengadaan barang dan penerima barang kesehatan.
Sebagai per transparansi internasional, kesehatan memiliki interaksi publik yang maksimal dan merupakan sektor yang paling korup kedua. Korupsi adalah mulai dari terlibat dalam praktek swasta yang tidak sah untuk mengeluarkan sertifikat medis, transfer, posting, perekrutan, di "toleransi" absensi, konstruksi rumah sakit mahal, peralatan berteknologi tinggi dan arsenal meningkatnya obat yang dibutuhkan untuk pengobatan, dikombinasikan dengan pasar yang kuat dari vendor dan perusahaan farmasi, risiko hadir suap dan konflik kepentingan di sektor kesehatan. daerah yang paling sensitif adalah dalam pengadaan obat-obatan dan perizinan bank darah, di mana produsen tanpa izin telah penerima pesanan dan tindakan pada pemasok obat palsu lambat. Penyebaran meresap korupsi tidak terbatas pada sektor publik.
Korupsi mungkin diperlukan, solusi spesifik sektor dapat ditempuh pada saat yang sama atau bahkan tanpa adanya kemauan politik untuk reformasi yang lebih sistemik (Spector, 2005). Agar efektif, reformasi untuk memberantas korupsi harus diinformasikan oleh teori, dipandu oleh bukti dan disesuaikan dengan konteks. Upaya untuk menjelaskan penyalahgunaan kekuasaan yang dipercayakan untuk keuntungan pribadi telah meneliti bagaimana struktur, manajemen dan tata kelola sistem perawatan kesehatan berkontribusi korupsi. Berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi dan pemerintahan yang baik, ini kerangka kerja konseptual telah membantu pembuat kebijakan untuk memahami bagaimana monopoli pemerintah, dikombinasikan dengan terlalu banyak pertimbangan, dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, sekaligus memperkuat akuntabilitas pemerintah, transparansi, suara warga dan hukum penegakan ment dapat membantu untuk mengurangi korupsi (Klitgaard et al., 2002)
Korupsi merupakan masalah yang kompleks, yang mengancam fasilitas perawatan kesehatan, jasa, dan hasil. Upaya untuk memisahkan masalah korupsi tertentu di sektor kesehatan dan untuk mengidentifikasi dan memahami akar penyebab dapat membantu kita menghadapi masalah yang sulit ini. Hal ini juga penting untuk melatih para profesional kesehatan muda dengan etika kedokteran. Kami dapat kerajinan program yang lebih efektif untuk menutup peluang, mengurangi tekanan, dan memperkuat ketahanan terhadap korupsi. Transparency Act, forum konsumen, komite manajemen pasien, komite kesehatan desa, pasien / piagam warga, hak atas informasi, menanamkan sistem nilai dan pelatihan dalam praktek manajemen, e-governance, sistem ganti rugi, adalah beberapa instrumen yang perlu dipekerjakan oleh pemerintah untuk counter pengecekan malpraktik.
Referensi
Catherin Nisha, Journal Corruption in the health sector; ethical response.Department of Community Medicine, Amala Institute of Medical Sciences, Thrissur, Kerala IndiaYear : 2015 | Volume : 3 | Issue : 5 | Page : 16-18
Budi Arsih S, Journal Solutions Governance Diminish Corruption in Public Health Care Systems in Indonesia. Faculty of Law, Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600 Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi, Selangor Darul Ehsan, Malaysia, 2015, Vol 6, No 1